
“Itu bunga apa mas?” tanyaku sambil menunjuk sebuah rumpun bunga berwarna pink pucat, bentuknya seperti terompet.
“Itu bunga Ambrosia.” Sahut mas Damien sambil terus mengambil foto setiap bunga yang ada ditaman.
Aku
memperhatikan bunga Ambrosia yang disebut mas Damien tadi. Tidak
seindah mawar atau secantik tulip menurutku. Tapi demi kepentingan
penulisan novelku kali ini aku harus mulai mengetahui jenis-jenis
bunga, dan kebetulan Mas Damien tetanggaku sedang ada job untuk memotret
jenis-jenis bunga, jadi dia mengajakku ikut bersamanya.
“Ambrosia itu dalam bahasa yunani artinya hidangan untuk para dewa.”
“Ohya? Apa bisa dimakan?”
“Hahaha,” Mas Damein tertawa. “Yah enggak lah, mungkin karena bentuknya yang seperti cawan untuk minum para dewa.”
“Ooh gitu.”
“Tapi dalam bahasa bunga, artinya bagus loh.”
“Apa?”
“CInta yang terbalas.”
Mas
Damien duduk dibangku taman sambil mengutak atik kameranya, aku
memperhatikannya dan ikut duduk disampingnya. Wajah Mas Damien biasa
saja, tapi karena keramahannya aku sangat menyukainya, kita sudah lama
bertetangga, dia sudah seperti kakakku, tapi itu dulu semakin aku besar
rasanya aku mulai mencintainya. Dan seminggu yang lalu aku sudah
memberitahu dia tentang perasaanku itu, tapi dia hanya tersenyum dan
menjawab, “Kamu masih kecil, nanti lulus kuliah baru kasih tau mas lagi
ya.” Aku sebal waktu itu, karena dia malah bercanda.
“Mas Damein.”
“Apa?” tanyanya tanpa memandangku.
“Hemmm, yang dulu itu, aku serius.”
Mas Damein menatapku, dia belum mengerti ucapanku.
“Yang aku bilang waktu itu, Mas mau gak jadi pacarku.”
“Ohh, hahahaha,” lagi-lagi dia tertawa. “Nayla, kamu tuh baru 19 tahun, sedang Mas sudah 30 tahun. Mas terlalu tua buatmu.”
“Aku
gak peduli sama umur, aku sudah menyukai Mas dari kecil.” Aku
memandangnya hampir menangis, aku kesal dianggapnya anak kecil.
“Iya
iya, mas tau, ya sudah gini aja. Selesaikan Novelmu itu, nanti kalau
sudah terbit kita bicarakan lagi.” Mas Damien mengambil ujung jilbabku
yang menjuntai dipundak, dan mengusap air mataku yang hampir tumpah. Dia
tersenyum manis.
Akhirnya Novelku terbit dan aku menagih janjiku, Mas Damien bilang dia akan membelinya dan membacanya dulu.
Aku
menunggunya sampai sebulan, tapi tidak ada kabar juga dari mas Damien,
karena tidak sabar akhirnya aku menanyakan langsung. Dia tak bilang
apa-apa, hanya memberikan novelku dan berkata, “Aku sudah baca, coba
kamu cek lagi novelmu ini menurutku ada yang kurang. Kalau sudah ketemu
nanti kasih tahu aku.” Dan dia meneruskan kerjanya mengedit beberapa
foto.
“Katanya mau kasih tahu jawabnya?” tanyaku merengut.
“Mas lagi sibuk minggu, ini mas harus selesaikan tugas semua. Nanti saja setelah kamu cek novelmu lagi.”
Aku
benci Mas Damien, aku terus ngedumel dalam hati. Kulempar novel darinya
diatas meja belajarku. Dia berbohong, dan malah menjelek-jelekkan
novelku buat alasannya.
Seminggu
aku tak bertemu dengan Mas Damien, kulihat dia sedang memanaskan
motornya bersiap untuk bekerja, aku berusaha cuek karena masih kesal.
“Nayla, gimana? novelnya sudah lihat belum?” tanyanya waktu melihatku diteras.
“Belum sempat.” Jawabku agak ketus sambil masuk kedalam rumah. Sekilas kulihat wajahnya yang terlihat kecewa.
Setelah
sekian lama kudiamkan, akhirnya kuambil juga novel itu, mencoba
membacanya. Aku merasakan ada yang terselip di lembaran novel itu.
Setelah kuperiksa, ternyata sebuah bunga yang hampir kering, bunga itu
bunga Ambrosia yang waktu itu aku lihat. Aku tersenyum gembira, aku baru
menyadarinya ternyata Mas Damien menerimaku. Bunga itu buktinya, dia
ingin memberikan kejutan padaku dengan menyelipkan bunga itu disini. Aku
meneleponnya tapi tak dijawab, aku bergegas berlari keluar rumah
mudah-mudahan dia sudah pulang. Kulihat banyak orang didepan rumahnya,
dan kulihat mamaku yang keluar dari rumah Mas Damien.
“Ada apa mah?” tanyaku bingung.
“Mas Damien, dia baru saja mengalami kecelakaan motor.” Jalas mamaku dengan wajah prihatin.
Aku seperti tersambar geledek, “terus?”
“Dia meninggal ditempat.”
Aku menjatuhkan Novelku, bunga kering itu tersembul keluar menyentuh tanah.
________________________
Cerita di atas hanya sekedar fiksi belaka, ditulis dalam rangka meramaikan Kontes Flashfiction Ambrosia yang diselenggarakan Dunia Pagi dan Lulabi Penghitam Langit.